Subscribe Us

Rayu-rayu Korporasi Sebelum "Menghabisi"


Matamadina99 - Pada awalnya, mereka datang dengan senyum. Menggelar tikar silaturahmi, menebar janji yang mengilap seperti emas di telapak tangan. 

“Kami datang untuk membangun,” kata mereka, “agar tanah ini lebih makmur, agar anak-anak kalian punya masa depan, agar semua orang sejahtera.”

Masyarakat mendengar dengan mata berbinar, membayangkan lahan mereka yang akan bernilai lebih tinggi, jalanan yang mulus, peluang kerja yang melimpah.

Namun, janji-janji itu hanyalah seruling yang meniup angin, sementara tanah mereka sendiri perlahan-lahan tergelincir dari genggaman. Hari ini, mereka duduk di beranda rumah, menyaksikan tanah lapang berubah menjadi pabrik yang mencakar langit.


Sungai yang dulu mengalir jernih kini berwarna pekat, memantulkan bayangan keserakahan yang tidak bisa lagi disembunyikan.

Seperti permainan yang sudah diatur sejak awal, masyarakat hanya menjadi pion kecil di papan catur yang dimainkan oleh segelintir orang berkemeja rapi.

Mereka tidak menyadari, sejak awal, mereka bukanlah subjek dari kemakmuran yang dijanjikan, melainkan hanya latar belakang dari rencana besar yang tak pernah benar-benar mengikutsertakan mereka.

Korporasi Datang, Semua yang Gratis Hilang


Ketika korporasi datang, mereka membawa kekuatan modal yang besar, menguasai tanah dengan dalih investasi, membangun pagar-pagar tinggi yang membatasi akses yang dulu bebas dilewati.

Sebelum mereka tiba, tanah itu milik semua orang, pohon-pohon berdiri tegak sebagai saksi sejarah, dan udara mengalir tanpa diukur sebagai komoditas.

Namun setelahnya, tanah punya sertifikat, pohon ditebang dengan gergaji berdenting, dan udara diberi harga yang tak kasat mata.

Masyarakat yang semula tersenyum dengan harapan, kini mulai bertanya-tanya, kapan janji manis itu akan menjadi nyata?

Sayangnya, ketika mereka mencoba menagih, mereka hanya mendapat jawab yang berputar-putar, seperti labirin tanpa jalan keluar. Lalu perlahan, satu demi satu, mereka dipaksa pergi.

Ada yang dijanjikan kompensasi, ada yang hanya diberi ucapan selamat tinggal. Rumah-rumah yang dulu berdiri dengan sejarah panjang harus rata dengan tanah, berganti dengan bangunan-bangunan megah yang mereka sendiri tak sanggup memasukinya.

Mereka kehilangan lebih dari sekadar tempat tinggal. Mereka kehilangan sesuatu yang tak bisa dihitung dengan angka: kenangan, akar budaya, dan kebebasan yang pernah mereka miliki. Yang paling menyakitkan, mereka kini harus membayar untuk sesuatu yang dulu gratis. 

Air yang dulunya mengalir jernih dari sungai, kini harus dibeli dalam kemasan plastik. Udara yang dulu bisa dihirup tanpa batas, kini tercemar oleh asap pabrik. Bahkan tanah yang mereka pijak setiap hari tak lagi milik mereka.

Korporasi datang dengan merayu, menjanjikan masa depan yang lebih baik, tapi ketika mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan, masyarakat hanya menjadi debu yang ditiup angin. Mereka yang dulu percaya kini hanya bisa bertanya: kemakmuran untuk siapa?

Namun, sejarah selalu mengajarkan bahwa kesewenang-wenangan tak pernah bertahan selamanya. Rakyat yang dipinggirkan bisa diam, tapi tidak selamanya. 

Mereka yang dulu terbuai janji manis, bisa sadar bahwa mereka telah ditipu. Dan ketika kesabaran habis, tidak ada pagar yang cukup tinggi, tidak ada kekuasaan yang cukup kuat untuk menahan amarah yang lahir dari ketidakadilan.

Jadi, bagi para pemilik modal yang merasa bisa menguasai segalanya, ingatlah bahwa kalian hanya bisa merayu sebelum kamu kembali ke asal. Sebab tanah yang kalian injak bukan sekadar sepetak lahan, ia menyimpan sejarah, rumah, dan nyawa yang tidak bisa dinilai dengan angka. 

Terlebih ketika semua batas kesabaran telah runtuh, kalian akan menyadari bahwa yang sebenarnya sedang kalian bangun bukanlah masa depan, melainkan kehancuran yang kalian ciptakan sendiri.

Buat masyarakat desa di mana pun berada, tetaplah skeptis terhadap korporasi, dan jangan pilih pemimpin yang hanya mementingkan isi perutnya sendiri. Sebab, mereka hanya lebih suka merayu sebelum akhirnya dihabisi di tanah sendiri.

Rayu-rayu Korporasi Sebelum "Menghabisi" Rayu-rayu Korporasi Sebelum "Menghabisi" Dilihat Rosikin Daulay di Februari 20, 2025 Rating: 5