Subscribe Us

Pendidikan Amburadul Ala Mandailing Natal

 


Matamadina99 - Aku tinggal di sebuah desa kecil di Mandailing Natal, di mana sawah menghijau dan bukit-bukit menjulang seolah melambangkan harapan yang tak pernah benar-benar terwujud. Namun, di balik keindahan alam itu, ada satu hal yang membuatku pilu: pendidikan di sini, terutama di tingkat SD, seperti terperangkap dalam lingkaran kebobrokan yang tak berujung.

Aku melihatnya setiap hari, sebagai seorang warga biasa yang peduli, sebagai seorang yang masih punya harapan untuk masa depan anak-anak di desa ini. Tapi, semakin aku melihat, semakin aku merasa bahwa harapan itu seperti asap yang hilang diterpa angin.

Tepat di sekolah dasar dekat rumahku, guru-guru seolah lebih sering nongkrong di kantor daripada mengajar. Aku melihat mereka berkumpul, bercanda, dan tertawa, sementara anak-anak di kelas dibiarkan sendiri.


Kadang, aku bertanya-tanya, apa mereka lupa bahwa tugas utama mereka adalah mendidik, bukan sekadar menghabiskan waktu di kantor? Aku tahu, menjadi guru bukanlah pekerjaan mudah. Tapi, bukankah itu pilihan mereka? Bukankah mereka seharusnya punya tanggung jawab untuk mencerdaskan anak-anak yang menjadi masa depan bangsa ini?

Aku melihat anak-anak yang seharusnya bersemangat belajar, justru terlihat bosan dan tak bergairah. Mereka datang ke sekolah dengan harapan, tapi pulang dengan pertanyaan yang tak terjawab.

Aku khawatir, jika ini terus berlanjut, apa yang akan terjadi pada generasi mendatang? Bagaimana mereka bisa bersaing di dunia yang semakin kompetitif jika dasar pendidikan mereka saja sudah amburadul?

Aku tidak ingin anak-anak desa ini hanya menjadi penonton di negeri sendiri, tidak mampu mengubah nasib karena pendidikan yang mereka dapatkan tidak memadai.

Sekolah di Tingkat Atas Tak Jauh Beda


Dan itu baru di tingkat SD. Di tingkat SMK dan sederajat, masalahnya bahkan lebih kompleks. Kualitas guru di sini seringkali dipertanyakan.

Aku melihat guru-guru yang seolah tidak punya kompetensi yang cukup untuk mengajar. Mereka datang ke kelas tanpa persiapan, mengajar seadanya, dan tidak peduli apakah murid-muridnya benar-benar memahami materi atau tidak.

Tak jarang pikirku bertanya-tanya, bagaimana bisa mereka menghasilkan lulusan yang berkualitas jika proses pembelajarannya sendiri tidak berkualitas? Bagaimana bisa kita mengharapkan anak-anak ini menjadi tenaga kerja yang terampil jika mereka tidak diajarkan dengan benar?

Aku tahu, tidak semua guru seperti itu. Masih ada guru-guru yang dedikasi dan tulus dalam mengajar. Tapi, sayangnya, jumlah mereka terlalu sedikit untuk membuat perubahan yang signifikan.

Yang lebih banyak adalah guru-guru yang hanya datang untuk memenuhi kewajiban, tanpa ada niat untuk benar-benar mendidik. Aku merasa sedih, karena pendidikan seharusnya menjadi jalan untuk meraih masa depan yang lebih baik, tapi di sini, justru menjadi penghambat.

Aku juga menyadari bahwa masalah ini tidak sepenuhnya kesalahan guru. Sistem pendidikan kita yang amburadul, minimnya dukungan dari pemerintah, dan kurangnya pengawasan membuat guru-guru seperti kehilangan arah. 

Namun, bukankah sebagai pendidik, mereka punya tanggung jawab moral untuk tetap berusaha memberikan yang terbaik, meski dalam kondisi yang tidak ideal? Aku tidak ingin menyalahkan mereka sepenuhnya, tapi aku juga tidak bisa diam melihat anak-anak desa ini terabaikan.

Khawatir Adalah Kewajaran


Aku khawatir, jika ini terus berlanjut, masa depan generasi bangsa akan suram. Anak-anak yang seharusnya menjadi penerus, justru akan menjadi korban dari sistem yang tidak adil. Mereka akan tumbuh dengan pendidikan yang setengah-setengah, tidak siap untuk menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks.

Aku tidak ingin melihat mereka hanya menjadi tenaga kerja murah, tidak punya pilihan lain karena pendidikan yang mereka dapatkan tidak memadai. Tapi, di tengah kepedihan ini, aku masih punya harapan. 

Masih ada kepercayaan bahwa perubahan itu mungkin, jika kita semua mau berusaha. Kita butuh guru-guru yang benar-benar peduli, yang mau mengabdikan diri untuk mencerdaskan anak-anak. 

Kita butuh sistem pendidikan yang lebih baik, yang memberikan dukungan penuh kepada guru dan murid. Dan yang paling penting, kita butuh kesadaran bersama bahwa pendidikan adalah kunci untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Tulisan ini bukan untuk menyalahkan, tapi untuk mengingatkan. Tulisan ini sebagai bentuk kepedulian, sebagai suara dari desa kecil di Mandailing Natal yang mungkin sering terlupakan.

Aku menulis ini dengan harapan, suatu saat nanti, pendidikan di sini tidak lagi amburadul, tapi menjadi jalan untuk meraih mimpi-mimpi yang lebih besar.

Dan aku perlu diingat, ulasan yang kusampaikang adalah sepanjang yang aku lihat dan aku alami. Mungkin ada hal-hal yang tidak aku ketahui, mungkin ada sisi lain yang tidak aku pahami. 

Yang jelas, ini adalah suara hatiku, sebagai seseorang yang peduli dengan masa depan anak-anak di desa ini. Aku hanya berharap, suatu saat nanti, mereka tidak perlu lagi merasakan pendidikan yang amburadul ala Mandailing Natal.

Penulis: Rasyid Pulungan (Mahasiswa)
Pendidikan Amburadul Ala Mandailing Natal Pendidikan Amburadul Ala Mandailing Natal Dilihat Mata Madina 99 di Februari 20, 2025 Rating: 5